Jumat, 17 April 2020

Inilah Bukti Bahwa Desainer Grafis Pemkab Jember Amburadul

Wawan Setiawan Tirta

Inilah Bukti Bahwa Desainer Grafis Pemkab Jember Amburadul | Semoga Bukan Hoax

Ketika hendak 'koleman' ke Bondowoso bersama istri, saya melihat spanduk merah besar penuh tulisan di sudut alun-alun Kecamatan Rambipuji. Memang dasarnya suka membaca apapun, saya langsung tergelitik ketika membaca tulisan di spanduk tersebut. Saya minta istri untuk memotretnya. Jadilah fotonya seperti ini.

Spanduk di Rambipuji Jember | Foto oleh Nay Henna Jember

Dalam spanduk tersebut, seperti tampak pada foto di atas, tidak ada 'penanggung jawab resmi' pembuatnya. Hanya di pojok kiri atas spanduk terdapat logo Pemerintah Kabupaten Jember. Sebagai orang Jember yang sudah sering melihat spanduk seperti itu, saya percaya saja bahwa spanduk itu buatan pemkab Jember. 

Mungkin juga yang membuat spanduk di atas adalah Pemerintah Kecamatan, atau entahlah siapa. Yang jelas pembuatnya 'kemungkinan kuat' adalah orang pemerintahan di Jember. Bagian apa saya tidak tahu dan tidak ada yang memberi tahu.

Jika spanduk tersebut bukan buatan Pemkab Jember tentu akan ditulis pembuatnya. Orang (atau kelompok) membuat spanduk biasanya ingin ngeksis. Selain logo Pemkab Jember di kiri atas, spanduk tersebut dipasang di 'ruang' resmi milik Pemerintah Kecamatan Rambipuji.

Setidaknya, ada dua masalah dalam spanduk tersebut. Pertama masalah tata letak. Kedua masalah pilihan kata.

Tata letak berikaitan dengan desain spanduk. Desain grafis harus memikirkan bentuk yang menarik, enak dibaca, mudah dimengerti, pesan tersampaikan. 

Desain yang menarik merupakan modal awal orang untuk melihat spanduk. Setelah melihat spanduknya tentu akan membaca isi spanduk. Jika enak dibaca tentu akan dimengerti oleh pembaca. Setelah dimengerti, berarti pesan dalam spanduk tersebut dapat disampaikan dan diterima oleh pembacanya.

Masalahnya, desain spanduk tersebut bermasalah. Masalah tersebut antara lain logo yang terdesak, bentuk huruf monoton, ukuran huruf yang sama.

Logo Pemkab Jember yang terletak di kiri atas spanduk berdempetan dengan logo 71 tahun Indonesia Merdeka. Saya juga tidak habis pikir kenapa ada logo peringatan kemerdekaan. 71 Tahun lagi. Padahal ini sudah 2017, berarti sudah jalan 72 Tahun. Akhirnya saya berpikir positif saja, bahwa spanduk itu dibuat taahun 2016.

Logo Pemkab Jember itu kecil, di sudut. Kalau tidak 'mendelik' mungkin tidak jelas itu logo apa. 

Bentuk huruf dan ukuran huruf yang sama juga membuat spanduk tersebut membosankan. Seharusnya dipilih bagian atau kata khusus yang ingin ditonjolkan. Dengan demikian, inti pesan spanduk akan jelas. Selain itu juga menjadi efektif.

Masalah warna juga sebenarnya mengganggu. Perpaduan merah, putih, dan kuning, plus warna lain di kartun yang hasil unduhan, kurang pas. Tetapi karena saya juga lemah dalam komposisi warna maka saya tidak komentar lebih jauh. podo ra ngertine. 

Ada lagi masalah yang sangat amburadul. Bukan dari segi desain, melainkan dari segi bahasa. Penggunaan kata 'sesuatu' yang 'banget'. Eh, 'sesuatu' berlebihan. Ketika baca spanduk itu, saya jadi ingat Syahrini, sesuatu banget ya....

Pendesain seharusnya juga bisa bahasa, (lebih baik lagi kalau ahli bahasa), agar kata yang digunakan tidakk salah. Membuat rancu.

Tulisan dalam spanduk tersebut secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
NEGARA REPUBLIK INDONESIA INI
BUKAN MILIK SESUATU GOLONGAN, BUKAN MILIK SESUATU AGAMA,
BUKAN MILIK SESUATU SUKU,
BUKAN MILIK SESUATU GOLONGAN ADAT-ISTIADAT,
TETAPI MILIK KITA SEMUA DARI SABANG SAMPAI MERAUKE

Pilihan kata yang ada di spanduk tersebut setidaknya ada dua masalah besar. Masalah yang pertama adalah penggunaan kata ‘sesuatu’, sementara permasalahan besar yang kedua adalah, ragama bahasa tulis yang menggunakan pilihan kata ragam lisan.

Jika kata-kata dalam spanduk tersebut diucapkan oleh orator, misalnya seperti Faida, Soekarno, atau Surya Paloh, maka pilihan kata yang menggunakan banyak repitisi (pengulangan) seperti itu menjadi menarik.

Dalam ragam lisan, meskipun repetisi banyak tetapi intonasi bisa dibedakan. Maka tetap menarik. Akan tetapi jika digunakan dalam bentuk tulis, dan dipajang di jalan raya, bisa jadi orang yang ingin membaca hanya memiliki dua pilihan yaitu antara: baca spanduk nabrak atau tidak baca. Tulisannya terlalu panjang.

Permasalah besar pilihan kata, yaitu ‘sesuatu’. Kata ‘sesuatu’ dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia ada di bawah lema kata ‘suatu’. Jadi, sesuatu adalah turunan kata ‘suatu’.

Arti kata suatu adalah satu, atau hanya satu. Kata suatu digunakan untuk menunjukkan hal yang belum tentu. Kata ini merupakan numeralia, jadi menyatakan jumlah.

Sementara, bentuk turunannya, ‘sesuatu’ yang digunakan dalam  spanduk, merupakan pronomina. Pronomina adalah kata ganti. Jadi, penggunaan kata ‘sesuatu’ tidak dapat digabung (dilekatkan/diikuti) dengan kata yang diwakili.

Misalnya, Ayah mengatakan membawa sesuatu. Kami belum tahu apa yang dibawanya. Jadi, kata sesuatu digunakan untuk menyebutkan hal yang belum tentu. Menjadi aneh jika ditulis Ayah mengatakan membawa sesuatu sepeda. Kami belum tahu apa yang dibawanya. Padahal jelas-jelas sudah tahu yang dibawa adalah sepeda.


Kembali ke spanduk, maka yang benar seharusnya menggunakan kata ‘satu’. Indonesia bukan milik satu agama. Karena sudah jelas, sesuatu yang dimaksud adalah ‘agama’. Juga suku, golongan, adat-istiadat.

Selain kelebihan sesuatu, ada kata yang berlebihan dalam spanduk tersebut, yaitu kata golongan. Kata golongan digunakan dua kali. Untuk apa?

Penggunaan NEGARA REPUBLIK INDONESIA INI juga tidak efektif. Kata NEGARA dan INI tidak perlu digunakan. Kata  NEGARA tidak diperlukan karena sudah ada kata REPUBLIK. Kata REPUBLIK dalam frasa Republik Indonesia, sudah menunjukkan arti ‘negara’.

Kata INI, juga tidak dibutuhkan karena hanya ada satu Republik Indonesia. Tidak ada Republik Indonesia yang ini atau yang itu.

Jadi, secara keseluruhan kalimat dan pilihan kata dalam spanduk tersebut tidak efektif. Maka, dapat dijelaskan bahwa bahasa yang digunakan dalam spanduk tersebut kelebihan kata, kelebihan pengulangan kata, dan kesalahan penggunaan kata, serta susunan urutannya tidak efektif.

Maka dapat diperbaiki menjadi:

Bukan Milik Satu Suku, Agama, Ras, dan Golongan Tertentu
NEGARA INDONESIA
MILIK KITA
Dari Sabang Sampai Merauke

Lebih singkat, lebih jelas, lebih mengena. Serta yang terpenting, tidak membahayakan pengguna jalan yang ingin membaca tulisan tersebut ketika dipajang di Jalan Raya.

Berikut juga saya tawarkan desain karya saya.


Catatan:
Saya membuat gambar di atas menggunakan Microsoft Power Point. Bukan aplikasi desain grafis yang memadai. Tetapi setidaknya, tata letak dan susunan serta penguatan inti pesan sudah tersampaikan yaitu INDONESIA MILIK KITA.

Selain lihat menggunakan tetikus di depan layar monitor, desainer hendaknya juga bisa mengerti bahasa. Yang lebih penting, kepada bapak atau ibu yang berwenang di bidang ini, tolong dong diawasi produksi spanduknya. Biar keren.

Mari mencintai Indonesia dengan sebenar-benarnya cinta. Untuk para pemimpin, tolong tunjukkan dan buktikan bahwa kami benar-benar dipimpin oleh orang cerdas di tiap tingkatan pemerintahan. Agar kami yakin, bahwa negara ini dikelola oleh orang yang tepat.

Catatan lagi:

Jangan asal menyebarkan postingan ini, takut jadi berita bohong.